Akhy Fillah
Thursday, May 26, 2016
Monday, April 25, 2016
Why Always Me?
Some times people come into your life n you know right way that they were meant to be there. They serve some sort of purpose,teach you a lesson,or help figure out who you are and who u want to become. You never know who these people may be : your roommate, neighbor, professor, long lost friend,lover or even a complete stranger who, when u lock eyes with them,you know that very moment… that they will affect your life in some profound way. And sometimes things happen to u and at the time they seem horrible, painful n unfair but in reflection, you realize that without overcoming those obstacles you would never have realized your potential,strength,will power of heart.
Everything happens for a reason. Nothing happens by chance or by means of good or bad luck. Illness,injury,love,lost moments or true greatness n sheer stupidity all occur to test the limits of the soul. Without these small tests,if they be events, illnesses,or relationships, life would be like a smooth paved, straight, flat road to nowhere. Safe and comfortable but dull n utterly pointless. The people you meet who affect your life and successes and downfalls you experience, they are the ones who create who you are.Even the bad experience can be learned from… Those lessons are the hardest and probably the most important ones If someone hurts you,betrays you,or breaks your heart…forgive them,for they have helped you learn about trust and importance of being cautious to whom you open your heart.
Tuesday, September 9, 2014
Rokok Penguji Iman
Humor Santri :
Pemerintah mewajibkan perusahaan rokok memasang gambar seram tengkorak sebagai pertanda akibat buruk merokok. Nah gambar itu menjadi bahan jagongan hangat para tamu saat lebaran di rumah seorang kiai kampung.
“Sudah diberi gambar mengerikan gini, ya masih pada merokok ya?”kata Marno membuka pembicaraan.
Pemerintah mewajibkan perusahaan rokok memasang gambar seram tengkorak sebagai pertanda akibat buruk merokok. Nah gambar itu menjadi bahan jagongan hangat para tamu saat lebaran di rumah seorang kiai kampung.
“Sudah diberi gambar mengerikan gini, ya masih pada merokok ya?”kata Marno membuka pembicaraan.
“Lha gimana lagi, rokok sudah jadi kebutuhan, jadi gak mempan,”sahut Wawan yang santri.
“Tapi ini bunyinya rokok bisa mematikan lho kang?”lanjut Marno yang tidak suka rokok.
“Tidak masalah, justru adanya gambar itu menguji tebalnya iman seseorang,”jawab Wawan.
“Maksudmu Kang?”sahut yang lain.
“Bila masih merokok, berarti imannya tebal. Sebab lebih percaya Allah dari pada himbuan bungkus rokok.Yang bikin kematian kan Allah. Hehe.. ”jawab Wawan sambil terkekeh.
Sumber : NU Online
Para tamu yang mendengar jawaban diplomatis itu hanya tersenyum termasuk Marno dan kiai tersebut. (Putroe Tsunami)
Sunday, August 24, 2014
Akui Salah Tak Bermasalah
Ust.Abagus, Pembina Organisasi Santri Darul Ihsan, mengadakan rapat dengan seluruh bagian OSDI. Semua pengurus telah hadir, kecuali mr.Auto, seorang pengurus bagian bahasa. Ia tentu saja sangat kecewa karena meskipun merupakan pengurus baru, mr.Auto begitu menarik simpatinya.
Akhirnya, walaupun mr.Auto belum dating Ust.Abagus tetap memulai rapat. Sekitar sepuluh menit setelah pertemuan tersebut dimulai, mr.Auto yang terlambat berjalan dengan derap langkah normal dan hanya mengatakan, “Assalamu’alaikum…..” kepada semua yang datang lebih dulu. Dia dengan amat tenang menduduki kursinya.
Saya dapat mengatakan dari wajah rekan-rekannya bahwa mereka berpikir, “Baiklah, apa alas an-nya?” Rapat tersebut terus berlanjut, dan mr.Auto mengikuti dengan penuh percaya diri seakan-akan ia adalah orang yang pertama datang.
Sepuluh menit kemudian,, mr.Auto mengajukan pertanyaan. Ia mendahului pertanyaannya dengan, “Mungkin ini sudah dijawab pada awal rapat, tapi saya telah melewatkannya. Saat saya hendak pergi rapat ini suhu tubuh Fathurrahman mencapai tiga puluh drajat celsius, dan saya harus menunggu Ust.Rizal datang untuk membawanya ke dokter.” Ia kemudian melanjutkan pertanyaannya tanpa jeda.
Setelah mr.Auto mengajukan pertanyaan dengan didahului mengungkapkan alasan keterlambatannya, tiba-tiba terlihat dari wajah setiap orang bahwa mereka tidak hanya merasa simpati, namun juga semakin menghargainya. KENAPA??? Karena mr.Auto tidak masuk ruang rapat dengan ekspresi wajah yang khawatir dengan mengungkapkan alasannya.
Setelah rapat selesai, beberapa rekannya yang suportif, termasuk Ust.Abagus, datang ke ruangannya untuk bertanya bagaimana keadaan Fathurrahman . Sikap mr.Auto yang tidak ragu ketika mengungkapkan keterlambatannya membuat setiap orang terkesan.
Tentu saja Ia tak dapat meninggalkan Fathurrahman yang sedang sakit sendirian untuk pergi ke rapat, dan sikapnya yang tidak meminta maaf dengan berlebihan menunjukkan bahwa Ia adalah orang yang tepat membuat keputusan. Ia terbiasa untuk membuat keputusan dan tidak bimbang mengenainya. Mungkin yang lebih penting dari penundaan permintaan maaf Mr.Auto adalah sikap itu membuat jelas bahwa yang lain tidak membuatnya terintimidasi, meskipun Ia adalah “bukan siapa-siapa lagi dalam OSDI”.
Menunjukkan kepercayaan diri dalam pilihan Anda dan tidak terlalu merasa khawatir mengenai apa yang dipikirkan orang lain mengenai Anda adalah dua sifat penting dalam organisasi. Jadi, ketahuilah saat yang tepat ketika Anda harus mengatakan atau tidak mengatakan “Saya mohon maaf.”
Para pria sering berpendapat bahwa mengungkapkan tiga kata sepele itu adalah pengakuan dari rasa bersalah. Para wanita beranggapan bahwa itu merupakan sebuah cara mengagumkan untuk mengendalikan keadaan. Intinya: -: Berhati-hatilah kepada siapa Anda berbicara pada tiap situasi.
Friday, May 2, 2014
Tips Membuat Paper Perfect !!
Paper terdiri dari beberapa bagian (intinya berisi hal-hal berikut, tidak menutup kemungkinan untuk menyelipkan bagian lain yang dianggap penting) :
- Judul dan nama penulis beserta keterangan untuk penulis (institusi dan email jika ada, atau nomer registrasi mahasiswa dan email untuk tugas kuliah)
- Abstract yang merupakan rangkuman dari paper kita
- Introduction (pendahuluan), biasanya berisi hal-hal berikut (tulis garis besarnya saja) :
- deskripsi yang jelas tentang permasalahan (disebut juga dengan tujuan (purpose))
- Tunjukkan mengapa permasalahan ini penting, menarik, dan menantang (motivasi)
- Review yang singkat dan jelas mengenai penelitian sebelumnya yang menjadi dasar penelitian kita (scope)
- Tunjukkan gap/masalah yang ada pada penelitian sebelumnya dan menjadi pertanyaan yang ingin kita selesaikan dalam penelitian kita (gap indication)
- Tulis dengan jelas solusi yang diusulkan (proposed approach) dan bagaimana ia bisa mengatasi gap yang kita sebutkan sebelumnya (solution)
- Tuliskan secara global penemuan yang dihasilkan (result)
- Tuliskan struktur penulisan bagian-bagian berikutnya (outline)
- Related Work (penelitian-penelitian sebelumnya yang mendasari penelitian kita). Related work inilah yang nantinya akan kita tuliskan ke dalam daftar referensi.
- Methodology (untuk bidang komputer atau penelitian yang ada hubungannya dengan komputer dapat menggunakan istilah system architecture). Jelaskan methodology yang digunakan, biasanya dijelaskan dengan bagan atau gambar untuk mempermudah pembaca memahami isi paper kita. Jelaskan pula deskripsi masing-masing bagian dalam gambar kita tersebut.
- Experiment & result. Tuliskan eksperiment yang kita lakukan (data yang digunakan, jumlah data, sumber, dll) dan tuliskan hasil yang didapatkan beserta analisa dari hasil yang kita peroleh
- Discussion. Tuliskan hal-hal yang ingin anda sampaikan dan isue yang menarik dari penelitian yang kita lakukan. Termasuk kesimpulan dan saran untuk penelitian kita lebih lanjut. Saran biasanya identik dengan future work.
- Referensi, berisi semua referensi yang kita gunakan termasuk daftar paper di related work, buku atau resource yang mendukung yang kita gunakan untuk menyelesaikan penelitian kita.
Sebagai catatan akhir, Mister ingin mengutip semangat mahasiswa jurnalis dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang senantiasa didengungkan untuk menggelorakan semangat berkarya :
"Menulislah agar dibaca orang,
atau berbuatlah agar ditulis orang,
niscaya kau akan abadi"
Monday, December 23, 2013
Cinta dan Mengikuti Rasulullah SAW
Allah Ta'ala berfirman :
Katakanlah:"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 3:31)
Ayat ini menerangkan bahwa tanda dari kecintaan kita kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan bahwa mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah sarana untuk mendapatkan kecintaan dan ampunan dari Allah Ta'ala.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
" Seseorang di antara kamu belum beriman sehingga aku lebih dicintainya daripada kedua orangtua, anaknya dan seluruh manusia." HR. Bukhari dan Muslim.
dalam diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terdapat akhlak yang mulia, keberanian dan kemuliaan. Barangsiapa melihatnya secara tiba-tiba akan takut kepadanya, dan barangsiapa yang bergaul dengannya maka dia akan mencintainya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menyampaikan risalahnya, memberi nasihat kepada umat, mempersatukan kalimah, membuka beberapa hati manusia bersama para sahabatnya dengan mempersatukan mereka dan membuka banyak negeri dengan perjuangan mereka untuk membebaskan manusia dari penyembahan sesama manusia menuju penyembahan terhadap Tuhan manusia.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya telah menyampaikan kepada kita agama Islam secara sempurna tanpa tercampur dengan bid'ah dan khurafat, dan tidak perlu ditambah atau dikurangi.
Allah berfirman :
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. QS. 5:3)
Oleh karenanya, ikutilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan yang kita miliki dan janganlah menambah-nambah atau membuat syari'at yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak pula pernah dikerjakan oleh para sahabatnya, dengan demikian mudah-mudahan Allah memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang benar dalam keimanan mereka kepada-Nya sehingga Allah memenuhi janji-Nya kepada mereka.
Allah berfirman :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33:21)
Dan ketahuilah bahwa cinta kepada Allah dan RasulNya yang benar mempunyai konsekuensi untuk melaksanakan kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang shahih, melaksanakan hukum dengan berpegang teguh kepada keduanya dan tidak boleh mendahulukan pendapat orang atas keduanya.
Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 49:1)
Ya Allah, karuniailah kami untuk mencintai dan mengikuti RasulMu, berakhlak dengan akhlaknya dan memperoleh syafa'atnya.
Katakanlah:"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 3:31)
Ayat ini menerangkan bahwa tanda dari kecintaan kita kepada Allah adalah mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan bahwa mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah sarana untuk mendapatkan kecintaan dan ampunan dari Allah Ta'ala.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
" Seseorang di antara kamu belum beriman sehingga aku lebih dicintainya daripada kedua orangtua, anaknya dan seluruh manusia." HR. Bukhari dan Muslim.
dalam diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terdapat akhlak yang mulia, keberanian dan kemuliaan. Barangsiapa melihatnya secara tiba-tiba akan takut kepadanya, dan barangsiapa yang bergaul dengannya maka dia akan mencintainya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menyampaikan risalahnya, memberi nasihat kepada umat, mempersatukan kalimah, membuka beberapa hati manusia bersama para sahabatnya dengan mempersatukan mereka dan membuka banyak negeri dengan perjuangan mereka untuk membebaskan manusia dari penyembahan sesama manusia menuju penyembahan terhadap Tuhan manusia.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya telah menyampaikan kepada kita agama Islam secara sempurna tanpa tercampur dengan bid'ah dan khurafat, dan tidak perlu ditambah atau dikurangi.
Allah berfirman :
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. QS. 5:3)
Oleh karenanya, ikutilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan yang kita miliki dan janganlah menambah-nambah atau membuat syari'at yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak pula pernah dikerjakan oleh para sahabatnya, dengan demikian mudah-mudahan Allah memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang benar dalam keimanan mereka kepada-Nya sehingga Allah memenuhi janji-Nya kepada mereka.
Allah berfirman :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33:21)
Dan ketahuilah bahwa cinta kepada Allah dan RasulNya yang benar mempunyai konsekuensi untuk melaksanakan kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang shahih, melaksanakan hukum dengan berpegang teguh kepada keduanya dan tidak boleh mendahulukan pendapat orang atas keduanya.
Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 49:1)
Ya Allah, karuniailah kami untuk mencintai dan mengikuti RasulMu, berakhlak dengan akhlaknya dan memperoleh syafa'atnya.
Pembentukan Karakter Santri Melalui Pesantren
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur pada Allah SWT, yang memberikan hidayah dan taufiq sehingga penulis dapat menyusun makalah ini. Shalawat beriring salam senantiasa pada baginda Muhammad SAW, melalui risalahnyalah kita dapat menikmati berbagai macam ilmu pengetahuan.
Makalah sederhana yang berjudul “Pembentukan Karakter Santri Melalui Pesantren” ini penulis buat dengan usaha keras untuk tugas mata kuliah Bahasa Indonesia, penulis sadar masih banyak kekurangannya. Dengan ikhlas dan lapang hati demi penyempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran serta uluran tangan dari pembaca.
Terimakasih saya ucapkan kepada pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan informasi kepada penulis dalam pembuatan makalah ini. Semoga bukan hanya bermanfaat bagi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry tetapi juga untuk khalayak ramai masyarakat Aceh.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal kelahirannya, pesantren tumbuh, berkembang dan tersebar di berbagai pedesaan dan perkotaan. Keberadaan pesantren sebagai lembaga keislaman yang sangat kental dengan karakteristik Indonesia ini memiliki nilai-nilai yang strategis dalam pengembangan sikap dan perilaku masyarakat Indonesia. Realitas menunjukkan, pada satu sisi, sebagian besar penduduk Indonesia terdiri dari umat Islam, dan pada sisi lain, mayoritas dari mereka tinggal di pedesaan.
Berdasarkan realitas tersebut, pesantren sampai saat ini memiliki pengaruh kuat pada hampir seluruh aspek kehidupan di kalangan masyarakat muslim yang taat. Kuatnya pengaruh pesantren tersebut membuat setiap pengembangan pemikiran dan interpretasi keagamaan yang berasal dari luar kaum elit pesantren tidak memiliki dampak signifikan terhadap way of life dan perilaku masyarakat Islam khusus bagi yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren.
Tulisan ini mengankat kiprah yang dilakukan pesantren, peran ustaz dan metode pembentukan perilaku santrinya. Dari penelusuran itu, langkah-langkah pesantren itu ke depan sangat penting untuk didiskusikan secara intens agar pesantren benar-benar bisa eksis, berperan maksimal mengantarkan masyarakat pada kemampuan untuk menyikapi kehidupan-kehidupan kontemporer dengan segala dampak yang dibawahnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pesantren dan Santri
Kata “pesantren” berasal dari kata “santri” dengan awalan pe- dan akhiran yang berarti tempat tinggal para santri. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), kata santri memiliki dua pengertian, yaitu (1) orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh;orang saleh. Pengertian lain mengatakan bahwa pesantren adalah sekolah berasrama untuk mempelajari agama Islam. Sumber lain menjelaskan pula bahwa pesantren berarti tempat untuk membina manusia menjadi orang baik. Sedangkan asal usul kata “santri” dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, “santri” berasal dari perkataan “sastri”, bahasa Sanskerta yang artinya melek huruf.[1]Di sisi lain, Zamkhsyari Dhofier berpendapat bahwa kata “santri” dalam bahasa India secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.[2]Kedua, yang mengatakan “santri” berasal dari bahasa Jawa, yaitu “cantrik”, berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap.
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren, pondok atau pondok pesantren secara esensial mengandung makna yang sama, hanya sedikit perbedaan. Kata “pondok” berasal dari bahasa Arab yaitu funduq, artinya tempat menginap (asrama). Dinamakan demikian karena pondok merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya.
M. Arifin menyatakan bahwa, penggunaan gabungan kedua istilah secara integral yakni pondok dan pesantren menjadi pondok pesantren lebih mengakomodasi karakter keduanya. Pondok pesantren menurut M. Arifin :
Suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership para ustaz dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.[3]Adapun menurut Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
Menarik juga klasifikasi yang diajukan oleh Wardi Bakhtiar, bahwa dilihat dari segi jenis pengetahuan yang diajarkan, pesantren terbagi menjadi dua macam. Pertama, Pesantren Salaf, yaitu pesantren yang mengajarkan kitab Islam klasik (kitab kuning) saja dan tidak diberikan pembelajaran pngetahuan umum. Kedua, Pesantren Khalaf, yang selain memberikan pembelajaran kitab Islam klasik, juga memberikan pengetahuan umum dengan jalan membuka sekolah umum di lingkungan dan dibawah tanggung jawab pesantren.
Demikian pula yang dikemukakan oleh Bahaking Rama, bahwa dari segi aktivitas pendidikan yang dikembangkan, pesantren dapat diklasifikasi dalam beberapa tipe, yaitu;
1) Pesantren tradisional, yaitu pesantren yang hanya menyelenggarakan pengajian kitab dengan sistem sorogan, bandongan dan wetonan.
2) Pesantren semi modern, yaitu pesantren yang menyelenggarakan pendidikan campuran antara sistem pengajian kitab tradisional dengan madrasah formal dan mengadopsi kurikulum pemerintah.
3) Pesantren modern, yaitu pesantren yang menyelenggarakan pola campuran antara sistem pengajian kitab tradisonal, sistem madrasah, dan sistem sekolah umum dengan mengadopsi kurikulum pemerintah (Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dan ditambah dengan kurikulum muatan local.
Dari berbagai pendapat tentang teori penamaan pesantren tersebut dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dibawah pimpinan seorang kiai/ustaz, baik melalui jalur formal maupun non formal yang bertujuan untuk mempelajari dan mengamalkana ajaran Islam melalui pembelajaran kitab kuning dengan menekankan moral keagamaan sebagai pedoman dalam berprilaku keseharian santri.
B. Metode Pesantren Dalam Membentuk Perilaku Santri
Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam merespon sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) atau tindakan. Perilaku menunjukkan wajah kepribadian seorang manusia. Mereka terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang berulang secara tetap pada setiap waktu dan tempat. Kebiasaan-kebiasaan ini tidak terbentuk satu kali jadi. Juga bukan bawaan sejak lahir, tetapi merupakan suatu kebiasaan yang terbentuk dari waktu ke waktu. Ia harus dilatih berulang kali hingga nanti tergerak otomatis. Para ahli mengatakan, ‘pertama-tama kau membentuk kebiasaan, setelah itu kebiasaanmu yang akan membentuk engkau.’
Perbuatan seseorang atau respon seseorang terhadap rangsang yang datang, didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya terhadap rangsang tersebut, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap obyek rangsang tersebut, dan seberapa besar keterampilannya dalam melaksanakan atau melakukan perbuatan yang diharapkan.
Bagi pesantren setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam membentuk perilaku santri, yakni ; 1) Metode Keteladanan (Uswah Hasanah); 2) Latihan dan Pembiasaan (tadrib) ; 3) Mengambil Pelajaran (ibrah); 4) Nasehat (mauidzah); 5) Kedisiplinan; 6) Pujian dan Hukuman (targhib wa tahzib)
1. Metode Keteladanan
Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pendidikan perilaku lewat keteladana adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh kongkrit bagi para santri. Dalam pesantren, pemberian contoh keteladanan sangat ditekankan. Pimpinan dan ustadz harus senantiasa memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain,[4]karena nilai mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan. Semakin konsekuen seorang pimpinan atau ustadz menjaga tingkah lakunya, semakin didengar ajarannya.
2. Metode Latihan dan Pembiasaan
Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiaasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap norma-norma kemudian membiasakan santri untuk melakukannya. Dalam pendidikan di pesantren metode ini biasanya akan diterapkan pada ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan pada pimpinan dan ustadz. Pergaulan dengan sesama santri dan sejenisnya. Sedemikian, sehingga tidak asing di pesantren dijumpai, bagaimana santri sangat hormat pada ustadz dan kakak-kakak seniornya dan begitu santunnya pada adik-adik pada junior, mereka memang dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian.
Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akan menjadi akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi yang tidak terpisahkan. Al-Ghazali menyatakan :
"Sesungguhnya perilaku manusia menjadi kuat dengan seringnnya dilakukan perbuatan yang sesuai dengannya, disertai ketaatan dan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah baik dan diridhai".
3. Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)
Secara sederhana, ibrah berarti merenungkan dan memikirkan, dalam arti umum bisanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Abd. Rahman al-Nahlawi, seorang tokoh pendidikan asal timur tengah, mendefisikan ibrah dengan suatu kondisi psikis yang manyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapam mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku yang sesuai. Adapun pengambilan ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun sekarang.
4. Mendidik melalui mau’idzah (nasehat)
Mau’idzah berarti nasehat. Rasyid Ridla mengartikan mauidzah sebagai berikut.
”Mau’idzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa yang dapat menyentuh hanti dan membangkitkannya untuk mengamalkan”.
Metode mau’idzah, harus mengandung tiga unsur, yakni : a). Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini santri, misalnya tentang sopan santun, harus berjamaah maupun kerajinan dalam beramal; b). Motivasi dalam melakukan kebaikan; c). Peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.[5]
5. Mendidik melalui kedisiplinan
Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sangsi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.[6]
Pembentukan lewat kedisiplinan ini memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan mengharuskan seorang pendidik memberikan sangsi bagi pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan sang pendidik sang pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sangsi, tidak terbawa emosi atau dorongan lain. Dengan demikian sebelum menjatuhkan sangsi, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal berikut :
a) Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran;
b) Hukuman harus bersifat mendidik, bukan sekedar memberi kepuasan atau balas dendam dari si pendidik;
c) Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar, misalnya frekuensinya pelanggaran, perbedaan jenis kelamin atau jenis pelanggaran disengaja atau tidak.
Di pesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman ini diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran, seolah tidak bisa diperbaiki. Juga diberikan kepada santri yang melanggar dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik pesantren.
6. Mendidik melalui targhib wa tahzib
Terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain; targhib dan tahzib. Targhib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan metode targhib terletak pada harapan untuk melakukan kebajikan, sementara tekanan metode tahzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa.
Meski demikian metode ini tidak sama pada metode hadiah dan hukuman. Perbedaan terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai. Targhib dan tahzib berakar pada Tuhan (ajaran agama) yang tujuannya memantapkan rasa keagamaan dan membangkitkan sifat rabbaniyah, tanpa terikat waktu dan tempat. Adapun metode hadiah dan hukuman berpijak pada hukum rasio (hukum akal) yang sempit (duniawi) yang tujuannya masih terikat ruang dan waktu. Di pesantren, metode ini biasanya diterapkan dalam pengajian-pengajian, baik sorogan maupun bandongan.[7]
7. Mendidik melalui kemandirian
Kemandirian tingkah-laku adalah kemampuan santri untuk mengambil dan melaksanakan keputusan secara bebas. Proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang biasa berlangsung di pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu keputusan yang bersifat penting-monumental dan keputusan yang bersifat harian. Pada tulisan ini, keputusan yang dimaksud adalah keputusan yang bersifat rutinitas harian.
Terkait dengan kebiasan santri yang bersifat rutinitas menunjukkan kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam mengambil dan melaksanakan keputusan secara mandiri, misalnya pengelolaan keuangan, perencanaan belanja, perencanaan aktivitas rutin, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kehidupan mereka yang tidak tinggal bersama orangtua mereka dan tuntutan pesantren yang menginginkan santri-santri dapat hidup dengan berdikari. Santri dapat melakukan sharingkehidupan dengan teman-teman santri lainnya yang mayoritas seusia (sebaya) yang pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama. Apabila kemandirian tingkah-laku dikaitkan dengan rutinitas santri, maka kemungkinan santri memiliki tingkat kemandirian yang tinggi.
C. Peran Ustad Dalam Proses Identifikasi Santri
Sebelum menguraikan kedudukan (peran) ustad di pesantren, terlebih dahulu penulis uraikan pengertian ustad. Sebenarnya, kata “ustadz” berasal dari ajami (non-arab), persisnya bahasa Persia (Iran). Ustad berarti; da'i, mubaligh, penceramah, guru ngaji Quran, guru madrasah diniyah, guru ngaji kitab di pesantren, pengasuh/pimpinan pesantren; orang yang memiliki kemampuan ilmu agama dan bersikap serta berpakaian layaknya orang alim.
Orangtua memasukkan anaknya ke pondok pesantren biasanya disertai dengan harapan agar si anak mempunyai ilmu agama yang bagus, berakhlak mulia dan memahami hukum-hukum Islam. Selama ini tidak ada kekhawatiran bahwa dengan menuntut ilmu di pesantren akan menjauhkan kasih-sayang orangtua terhadap anak. Anak yang tinggal di pondok pesantren dalam waktu cukup lama tetap bisa beridentifikasi kepada kedua orangtuanya. Dengan menjalin komunikasi secara intens dan teratur diharapkan anak tidak akan kehilangan figur orangtua.
Seperti kita ketahui bahwa sumber identifikasi seorang anak tidak hanya kedua orangtuanya, tetapi bisa juga kepada figur-figur tertentu yang dianggap dekat dan memiliki pengaruh besar bagi anak. Keberadaan pimpinan, pembimbing, ustad maupun teman sebaya juga bisa mempengaruhi pembentukan kepribadian anak.[8]
Kelebihan inilah yang dimiliki pesantren sebagai lembaga pendidikan. Dengan segala keterbatasannya pesantren mampu menampilkan diri sebagai lembaga pembelajaran yang berlangsung terus-menerus hampir 24 jam sehari. Aktivitas dan interaksi pembelajaran berlangsung secara terpadu yang memadukan antara suasana keguruan dan kekeluargaan. Pimpinan sebagai figur sentral di pesantren dapat memainkan peran yang sangat penting dan strategis yang menentukan perkembangan santri dan pesantrennya. Kepribadian pimpinan yang kuat, kedalaman pemahaman dan pengalaman keagamaan yang mendalam menjadi jaminan seseorang dalam menentukan pesantren pilihannya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, santri mengidentifikasi pimpinan/ustad sebagai figur yang penuh kharisma dan wakil atau pengganti orang-tua. Proses sosialisasi dan interaksi yang berlangsung di pesantren memungkinkan santri melakukan imitasi terhadap sikap dan tingkah-laku ustad. Santri juga dapat mengidentifikasi ustad sebagai figur ideal sebagai penyambung silsilah keilmuan para ulama pewaris ilmu masa kejayaan Islam di masa lalu.
Pimpinan atau ustad di pesantren bisa menempatkan diri dalam dua karakter, yaitu sebagai model dan sebagai terapis. Sebagai model, ustad adalah panutan dalam setiap tingkah-laku dan tindak-tanduknya. Bagi anak usia 7-12 tahun hal ini mutlak dibutuhkan karena ustad adalah pengganti orangtua yang tinggal di tempat yang berbeda. Dalam pesantren dengan jumlah santri yang banyak diperlukan jumlah ustad yang bisa mengimbangi banyaknya santri sehingga setiap santri akan mendapatkan perhatian penuh dari seorang ustad. Jika rasio keberadaan santri dan ustad tidak seimbang, maka dikhawatirkan ada santri-santri yang lolos dari pengawasan dan mengambil orang yang tidak tepat sebagai model.
Sebagai terapis, pimpinan atau ustad memiliki pengaruh terhadap kepribadian dan tingkah-laku sosial santri. Semakin intensif seorang ustad terlibat dengan santrinya semakin besar pengaruh yang bisa diberikan. Ustad bisa menjadi agen kekuatan dalam mengubah perilaku dari yang tidak diinginkan menjadi perilaku tertentu yang diinginkan. Akan sangat bagus jika anak dapat belajar dari sumber yang bervariasi, dibandingkan hanya belajar dari sumber tunggal.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjalanan hidup seorang manusia diawali pada waktu ia dilahirkan, dilanjutkan dengan suatu proses panjang yang akan menentukan bagaimana bentuk kepribadiannya pada masa dewasa. Identifikasi terhadap orang lain adalah salah satu dari sekian banyak proses yang dialami manusia. Hal ini berkaitan erat dengan bagaimana perilaku orang-orang dewasa yang ada di sekitar anak ketika ia sedang dalam masa pertumbuhan. Orangtua yang hangat, berwibawa, penuh kasih-sayang, dan memiliki kompetensi dalam mendidik anak akan membawa pengaruh yang baik bagi anak, dan pengaruh ini akan dibawa sampai seorang anak mencapai kedewasaan.
Seorang anak yang tinggal berjauhan dengan orangtuanya karena menjalani pendidikan di pesantren tidak akan kehilangan kesempatan untuk beridentifikasi dengan kedua orangtuanya. Orangtua bisa meyakinkan anak bahwa kasih-sayang mereka tidak terputus meskipun terpisahkan oleh jarak. Komunikasi yang intens, kunjungan secara rutin, memantau perkembangan anak harus selalu dilakukan orangtua.
Adanya pembinaan metode pesantren, pimpinan, ustad, dan pembimbing dalam jumlah yang cukup, akan bisa mengganti peran orangtua selama anak tinggal dalam asrama. Pimpinan dan ustad di pesantren berperan dalam dua hal bagi santrinya, yaitu sebagai model dan sebagai terapis.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, Tamyiz, Akhlak Pesantren : Solusi Bagi Kerusakan Akhlak. Yogyakarta: Ittiqa Press, 2001.
Djiwandono, Sri Esthi Wuryani, Psikologi Pendidikan.Jakarta: Grasindo, 2002.
Dhofier, Zamkhasyari, Tradisi Pesantren. Cet. II; Jakarta: Mizan, 1998.
Madjid, Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan. Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1977.
Mukhdar, Zuhdy, KH. Ali Ma'shum Perjuangan dan Pemikirannya. Yogyakarta: 1989.
An-Nahlawi, Abd. Rahman, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. diterjemahkan Dahlan & Sulaiman, Bandung: CV. Dipenegoro, 1992.
Nawawi, Hadari, Pendidikan Dalam Islam. Surabaya:Al-Ikhlas, 1993.
Prasodjo, Sudjoko, Profil Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1982.
[1] Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan (Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1977), h. 19
[4] Zuhdy Mukhdar, KH. Ali Ma'shum Perjuangan dan Pemikirannya, (Yogyakarta, tnp, 1989)
[5] Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren : solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta; ITTIQA PRESS : 2001), h. 57-58
[8] Sri Esthi Wuryani, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Grasindo : 2002), h. 203
Subscribe to:
Posts (Atom)